Blogger Template by Blogcrowds

Jumat, 08/05/2009 00:34 WIB

KPU Gagal Selesaikan Penghitungan Suara
Didit Tri Kertapati - detikPemilu
Jakarta - Tanggal 7 Mei sudah lewat. Namun KPU belum menyelesaikan perhitungan suara di 2 Provinsi. Padahal sebelumnya ketua Komisi Pemilihan Umum Abdul Hafiz Anshary menyatakan KPU akan menyelesaikan perhitungan suara pada tanggal 7 Mei 2009.

Berdasarkan data yang dirilis oleh KPU tanggal 7 Mei pukul 18.09 WIB jumlah suara sah sementara yang masuk mencapai 96.018.177 serta masih ada 5 provinsi yang suara sahnya belum disahkan yaitu NTT, Bengkulu, Sulawesi Tengah, Maluku Utara dan Papua.

Sekitar pukul 23.30 WIB, pimpinan sidang pleno rekapitulasi suara Putu Artha menskors sidang. Pada saat sidang reses, 3 dari 5 provinsi yang suara sahnya belum disahkan akhirnya disahkan yaitu suara dari Provinsi Bengkulu, NTT dan Sulawesi Tengah. Suara sah yang berhasil disahkan mencapai 99.978.810 suara.

Sidang kembali dimulai pukul 00.05 WIB, Jumat (8/8/2009). Sedangkan mengenai kelanjutan sidang belum jelas. Apakah akan diselesaikan hingga hari ini di Hotel Borobudur atau di kantor KPU.
( rdf / rdf )

Emang nggak becus......ngabisin duit rakyat aja.....mending dibubarin aja deh......


polisi pamong praja...............................
pengertian sebenarnya adalah polisi buat para pamong praja....
tahukah anda apa yang disebut dengan pamong praja.....
..pamong praja is.....sebenarnya adalah aparat dari pemerintahan.....maka dari itu tugasnya adalah menertibkan aparat pemerintahan......bukanya tukang gusur emak...emak....yang jualan dong....

kesimpulan dari tugas pamong praja .....adalah menertipkan para pamong
jadi keberadaan pamong praja saat ini,telah salah kaprah,.....................................dan kesalahan tersebut tetap dibiarkan oleh para pamong tersebut...........berarti........
suatu kesalahan dibiarkan,dan tidak dibenahi......
kesimpulanya adalah...........emang bodo.......
................bodo apa dibodohin.......................................

JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, aparat kepolisian menjadi lembaga yang paling banyak menyumbangkan pelaku tindak kekerasan oleh aparatur negara sepanjang 2007-2008. Anggota Komisioner Bidang Pemantauan Komnas HAM Nur Cholis mengatakan, dari 202 kasus kekerasan oleh aparatur negara, 180 kasus di antaranya dilakukan kepolisian. Posisi kedua ditempati TNI dengan 18 kasus dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebanyak empat kasus.
“Jumlah itu menunjukkan bahwa kepolisian masih cenderung menggunakan kekerasan dalam menangani suatu masalah. Padahal, polisi kita adalah polisi sipil yang seharusnya mengedepankan langkah persuasif,” ungkap Nurcholis saat ditemui, Jumat (
22/2/2008).
Kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian, ujar dia, bisa berbentuk dalam berbagai hal. Misalnya, penangkapan dan penahanan yang menyertakan kekerasan, dalam proses berita acara perkara (BAP), serta kasus pembunuhan.

Dari semua kasus tersebut, Komnas HAM telah menindaklanjuti dengan mengirimkan
surat klarifikasi ke lembaga terkait guna melakukan penyelidikan awal. Hal itu terutama untuk menemukan ada tidaknya unsur pelanggaran HAM dalam kasus kekerasan tersebut.
“Kita sedang selidiki itu, jika nanti ditemukan ada upaya sistematis dalam kekerasan tersebut, tidak menutup kemungkinan kekerasan tersebut merupakan pelanggaran HAM,” tandasnya.

Untuk mencegah agar kekerasan seperti ini tidak terjadi lagi, dalam waktu dekat Komnas HAM akan bertemu Kapolri.

“Paling tidak, kita akan memberikan masukan yang konstruktif agar kekerasan itu tidak terjadi lagi,” tegasnya.
Menanggapi penilaian ini, Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto meminta Komnas HAM untuk mempelajari kembali mekanisme penelitian dan penilaian tersebut.

Menurut dia, jika ada pelanggaran, harus dikaji lebih mendalam, tidak bisa langsung dinyatakan sebagai pelanggaran HAM.

“Yang dikategorikan pelanggaran HAM
kan pelanggaran berat. Jadi, tidak bisa begitu saja mengatakan,” tegas Sisno saat dihubungi.
Dia mengatakan, pihaknya tidak keberatan dengan penilaian itu. Namun, hal itu harus dilakukan secara proporsional. “Ini jadi sama saja dengan TII (Transparency International Indonesia) atau lembaga lain yang menyudutkan Polri,” timpalnya.

Meski demikian, Sisno mengakui, Polri memiliki prosedur dan mekanisme tersendiri dalam menangani anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran.

Alaka Demo Kutuk Kekerasan Aparat di Mamuju



Mamuju (ANTARA News) - Sekitar 50 aktivis yang tergabung dalam Aliansi Lembaga Anti Kekerasan Aparat (Alaka), Kamis, melakukan aksi unjuk rasa dengan mendatangi Mapolres Mamuju Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), mengutuk kekerasan yang dilakukan aparat di wilayah itu.

Mereka memulai aksinya dengan berjalan kaki dari lapangan Ahmad Kirang menuju Mapolres Mamuju, dengan membentangkan spanduk yang berisi kecaman terhadap kekerasan aparat kepolisian di Mamuju belum lama ini.

Mereka juga menuntut agar kasus kekerasan yang seringkali dilakukan oleh aparat kepolisian di Mamuju diproses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

"Tiga bulan sejak Anris Hermanto menjabat sebagai Kapolres di Mamuju, berbagai kasus kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian di wilayah ini ternyata belum ada penyelesaian," kata Jufri, salah seorang aktivis Alaka.

Ia menyebutkan, kasus kekerasan yang dilakukan aparat di Mamuju di antaranya pengeroyokoan oleh oknum polisi terhadap salah seorang mahasiswa Muhammadiyah Mamuju, Rustam, yang hingga kini kasusnya belum diproses secara hukum.

Selain itu, kata dia, juga ada penganiayaan terhadap aktivis HMI, Akhir, pada saat melakukan aksi unjuk rasa menentang PP No. 41 tahun 2008, pemukulan yang dilakukan aparat oolisi terhadap murid SMP 1 Mamuju, dan kekerasan terhadap warga di Desa Laling dan Desa Korossa oleh oknum anggota Brimob.

"Kasus lainnya, yakni pelecehan terhadap salah seorang warga, DA, oleh oknum polisi, Sa, sampai saat ini juga belum dituntaskan pengusutannya," ujarnya

Oleh karena itu, Jufri mendesak agar kasus kekerasan yang terjadi tersebut segera diproses sebagaimana mestinya.

Ia juga meminta Kapolres Mamuju bertanggung jawab dan meminta maaf terhadap warga, berkaitan dengan berbagai kekerasan yang dilakukan aparatnya.

"Kapolres harus meminta maaf, dan jangan melindungi anggotanya yang berbuat kesalahan," ujarnya

Massa Alaka yang mendesak untuk bertemu Kapolres Mamuju ini, tampak kecewa karena pejabat dimaksud tidak berada di tempat. Mereka kemudian diterima Kabag Operasi Polres Mamuju, Yayat Ruhiyat.

Yayat Ruhiyat berjanji akan menindaklanjuti aspirasi pengunjuk rasa tersebut.

Usai melakukan aksinya, massa Alaka membubarkan diri dengan tertib


Nasional

Irfan Maulana (Joki 3 in 1) Cermin Kasus Kekerasan Negara

KabarIndonesia
- Hari ini, 372 hari lalu, tepatnya tanggal 8 Januari 2007, seorang anak tewas. Irfan Maulana 14 tahun, bocah yang masih duduk di sekolah dasar kelas lima Kota Bambu, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Tidak ada yang istimewa dari Irfan, kecuali hobinya sebagaimana anak-anak seusianya, Ia sangat fanatik dan mendukung penuh tim kesebelasan Persija-Jakarta. Hal itu juga seringkali membuatnya putar otak untuk mencari uang tambahan, untuk membeli tiket pertandingan langsung Liga Indonesia, maklum Irfan adalah penyokong baris terdepan kesebelasan orange, the Jak-Mania.

Irfan Maulana adalah anak dari keluarga yang sederhana, boleh dibilang tidak berkecukupan sebagaimana umumnya warga-warga yang menghuni perkampungan padat-sesak-berjejalan, berhimpitan dengan dinding-dinding gedung pencakar langit. Sejak kenaikan BBM, keluarga Irfan termasuk salah satu keluarga yang mengalami dampak kenaikan harga-harga kebutuhan pokok.

Keluarga kerap kali memprioritaskan kebutuhan pangan daripada memenuhi kebutuhan Irfan, untuk itulah sebab membuatnya penuh tekad turun ke jalan, Irfan kerap menjadi Joki 3 in 1, hasilnya untuk jajan dan tentu saja membeli tiket pertandingan sepak bola Liga Indonesia yang dicintainya.

Namun naas, 8 Januari 2007, Irfan Maulana bersama empat anak seusianya pada waktu itu terjaring operasi penertiban Joki 3 in 1. Di Jalan Pakubuwono, Kebayoran Baru, mereka tertangkap oleh aparat dinas tramtib-satpol.pp Jakarta Selatan.

Menurut keterangan para saksi-saksi, Irfan sempat mempertahankan diri, Ia menggigit lengan salah satu petugas tramtib tersebut. Tentu saja tindakan Irfan tersebut membuat berang, bahkan menurut saksi lagi pada waktu itu, anggota pol.pp tersebut meminta sebagaian uang hasil Joki dari Irfan sebagai bentuk ganti rugi karena luka yang dideritanya akibat gigitan.

Seketika itu pula, perselisihan terjadi, Irfan mempertahankan haknya, sementara aparat Pol.PP yang terkenal dengan "kegalakan" dan "arogansi" yang melebihi aparat TNI, tega, menghabisi nyawa Irfan. Sembilan orang aparat Pol.PP mengkroyok dan menganiaya Irfan hingga tewas seketika.

Berita seputar kematian Irfan Maulana sempat diliput oleh media-media. Beberapa versi pun beredar, dari mulai foto yang berbeda, penyebab kematian Irfan akibat sakit ayan dari pihak Pol.PP, hingga laporan keluarga Irfan kepada pihak Polda Metro Jaya perihal perkara Irfan yang tewas dianiaya.


Sangat disayangkan sampai hari ini proses hukum tersebut tak kunjung memberikan kejelasan dan rasa keadilan bagi keluarga korban, meskipun upaya litigasi dan bentuk solidaritas sudah diupayakan oleh gerakan masyarakat sipil, organisasi pendamping anak jalanan, dan anggota masyarakat lainnnya kepada pihak Mabes Polri, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) dan lembaga Negara Komisi Perlindungan Anak (KPAI).

Kini kasus Irfan Maulana (Joki 3 in 1) bisa diasumsikan menghilang. Kejahatan yang kerap melibatkan aparat pemerintah dan kekuasaan, cenderung berakhir buntu. Bahkan boleh dianggap mimpi di siang bolong saja jika keadilan dan upaya penegakkan hukum benar-benar "berjalan".

Irfan Maulana adalah kesekian kasus, korban dari bentuk kekerasan yang dilakukan oleh Negara. Jika kita mau sadar dan melihat kembali "sejarah" sejak tahun 1965, kasus-kasus kekerasan oleh Negara tak pernah bisa diungkap.

Semestinya kita sebagai warga Negara mulai mempertanyakan bahkan berani menggugat, segala bentuk kejahatan, dan kekerasan tersebut. Sebab kebenaran, keadilan akan menumbuhkan pondasi Demokrasi yang sedang kita harapkan bersama kini.





















Males ah bau rokok......
mending susu sapi aja............
.......???????????????????????????????????????????????????????????????????????









































>.................................................................................................................<

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda