Blogger Template by Blogcrowds

sebagai mencinta seni sedikit saya akan membeberkan tentang seputar seni tari suku dayak..
selamat menikmati.....mantab coy...

1. Tari Gantar
Tarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian didalamnya menggambarkan benih padi dan wadahnya.

Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.


2. Tari Kancet Papatai / Tari Perang
Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari.

Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.


3. Tari Kancet Ledo / Tari Gong
Jika Tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya Tari Kancet Ledo menggambarkan kelemahlembutan seorang gadis bagai sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin.

Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dan pada kedua tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan diatas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.

4. Tari Kancet Lasan
Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan pohon.

5.Tari Leleng
Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.

6. Tari Hudoq
Tarian ini dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang menyerupai binatang buas serta menggunakan daun pisang atau daun kelapa sebagai penutup tubuh penari. Tarian ini erat hubungannya dengan upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang. Tari Hudoq dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.

7. Tari Hudoq Kita'
Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita' dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita' menggunakan baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita', yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.

8. Tari Serumpai
Tarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat musik Serumpai (sejenis seruling bambu).
Belian

9. Tari Belian Bawo
Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian suku Dayak Benuaq.

10. Tari Kuyang
Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.

Pekanbaru - Untuk yang kesekian kalinya, kasus perkelahian antara oknum TNI dan Polri kembali terjadi. Kali ini melibatkan oknum anggota Batalyon Infantri 132 Bima Sakti TNI AD dengan oknum anggota Polres Rokan Hulu (Rohul) di Riau.

Perkelahian yang terjadi akhir pekan lalu tersebut diduga akibat salah paham oknum dari dua lembaga negara tersebut. Paling memprihatikan, perkelahian dengan senjata tajam itu berlangsung di salah satu tempat hiburan maksiat.

Informasi yang dihimbun detikcom, perkelahian ini bermula datangnya beberapa orang oknum anggota TNI AD ke lokasi maksiat. Maksud kedatangan mereka adalah untuk mencari salah satu oknum anggota polisi.

Kebetulan di tempat hiburan malam itu ada 5 oknum Polri yang sedang pesta mabuk-mabukan da tentu saja bersama wanita penghibur. Kepada mereka oknum TNI menanyakan keberadaan orang yang dicarinya. Rupanya ada jawaban yang membuat ketersinggungan hingga akhirnya terjadi perang mulut di antara mereka.

Tidak jelas siapa yang memulai, akhirnya terjadi perkelahian. Dua anggota polisi mengalami luka akibat sabetan sangkur.

Kapolres Rohul, AKBP Hersadwi yang dikonfirmasi detikcom membenarkan adanya perkelahian itu. "Kasus perkelahian sudah kita selesaikan secara interen. Dan dua anggota kita yang terluka, sekarang sudah sehat," ujar di di Mapolres Rohul, Senin (27/07/2009),

Atas terjadinya kasus yang memalukan ini, pihak Polres Rohul telah menjatuhkan sanksi tegas kepada anggotanya yang terlibat perkelahian dan karena berada di lokasi hiburan maksiat. Mereka saat ini tengah menjadi tahanan pihak provost.

"Perkelahian ini hanya kesalahpahaman saja sesama mereka. Artinya ini masalah pribadi saja," tandas Hersadwi.

(cha/lh)

emang payah kalo kaga makan sekolahan.....

KPU menghadapi dilema: menjalankan putusan MA yang membatalkan Peraturan KPU No. 15/2009, atau mengikuti MK yang secara implisit tidak mempersoalkan peraturan tesebut. Lobi dan tekanan yang akan menentukan pilihan KPU.

Banyaknya keputusan KPU tentang hasil pemilu yang diubah oleh MK, tentu membuat KPU kerepotan. KPU merasa tidak semua putusan MK jelas untuk dijalankan. Alih-alih mendapat penjelasan, KPU malah disemprot oleh Ketua MK Mahfud MD.

Tidak hanya memarahi KPU yang dianggap tidak serius menjalankan putusan MK, KPU malah diancam hendak dipidanakan. Mahfud dengan terus terang menyebut nama anggota KPU Putu Artha dan Andi Nurpati sebagai orang yang banyak cincong, karena bermaksud memain-mainkan putusan MK demi menutupi kepentingan sendiri.

Kini, KPU menghadapi masalah lebih pelik, setelah MA mengeluarkan putusan yang mengabulkan gugatan peninjauan kembali (judicial review) atas Peraturan KPU No. 15/2009, yang diajukan oleh Zaennal Maarif dkk, calon legislatif dari Partai Demokrat.

Peraturan KPU No. 15/2009 itu, salah satu bagiannya mengatur tentang perolehan kursi partai politik peserta Pemilu Legislatif 2009. Peraturan ini merupakan implementasi dari Pasal 204-212 UU No. 10/2008 yang mengatur tentang penetapan perolehan kursi.

Yang disoal oleh Zaenal Maarif dkk adalah penafsiran KPU terhadap Pasal 205 ayat (4), yang mengatur penghitungan perolehan kursi tahap kedua. Pasal 205 ayat (4) selengkapnya berbunyi (huruf tebal dari saya sendiri):

Dalam hal masih terdapat sisa kursi dilakukan penghitungan perolehan kursi tahap kedua dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada partai politik peserta pemilu yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari BPP DPR.

Frasa 'memperoleh suara sekurang-kurangnya 50% (lima puluh per seratus) dari BPP DPR' itulah yang menimbulkan tafsir berbeda.

Bagi KPU, frasa itu berarti, partai politik yang memiliki sisa suara (setelah perhitungan pertama) kurang dari 50% BPP, tidak bisa mengikuti penghitungan suara tahap kedua. Misalnya Partai A memperoleh suara 1.450 suara. Jika BPP 1.000, maka pada perhitungan pertama Partai A mendapatkan 1 kursi. Namun Partai A tidak bisa mengikuti perhitungan kedua untuk memperebutkan sisa kursi, karena sisa suaranya yang 450, tidak mencapai 50% BPP. Pandangan KPU ini didukung oleh sejumlah partai politik dan beberapa LSM pemantau pemilu, seperti Cetro.

Namun sejumlah partai politik lain, juga beberapa LSM pemantau pemilu lain punya pandangan berbeda. Menurut pandangan ini, frasa tersebut harus ditafsirkan, bahwa partai yang tidak memiliki suara sedikitnya 50% BPP, tidak diikutkan dalam penghitungan suara kedua. Jadi, 50% BPP tidak dihitung berdasar sisa suara dari perhitungan pertama, tetapi dari suara yang diperoleh partai politik. Dengan demikian, Partai A dalam contoh di atas, bisa mengikuti penghitungan suara kedua karena perolehan suaranya lebih dari 50% BPP. Saya termasuk dalam pandangan ini.

Tentu implikasi dari tafsiran kedua ini akan menguntungkan partai politik yang meraih suara besar. Namun tafsiran ini sejalan dengan kesepakatan pembuat undang-undang untuk menyederhanakan partai politik, khususnya membatasi jumlah partai politik di parlemen. Jika kemudian ada partai yang menolak tafsiran tersebut, ya karena mereka barus menyadari implikasinya di belakang hari.

Kini, KPU menghadapi dilema, karena Peraturan No. 15/2009 yang dibatalkan MA itu sesungguhnya dianggap tidak bermasalah oleh MK. Buktinya, dalam mengadili kasus sengketa hasil pemilu, MK tidak mempersoalkan peraturan tersebut.

Oleh karena itu, sama dengan proses kelahiran peraturan tersebut yang banyak diwarnai lobi dan tekanan ke KPU; kini, dalam milih jalan MK atau MK, KPU juga akan menghadapi banyak lobi dan tekanan. Jalan mana yang akan dipilih, ya tergantung pada lobi dan tekanan siapa yang paling besar pengaruhnya terhadap KPU.


*) Didik Supriyanto adalah Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda