Blogger Template by Blogcrowds


Di masa kepemimpinan Sutanto, Polri telah mengembalikan tujuh kasus BLBI ke Depkeu।




Setelah meminta keterangan Kejaksaan Agung terkait penyelesaian kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Tim Pengawas Penyelesaian Kasus Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) akan meminta keterangan Polri malam ini.

"Ya nanti rapat koordinasi, jam 19.30 di Gedung Nusantara 2," kata Juru Bicara Polisi, Abubakar Nataprawira, Rabu 13 Mei 2009.

Abubakar mengatakan Polri akan bertemu dengan Komisi Hukum Dewan. Apakah tentang BLBI? " Ya, mungkin," kata dia.

Penelusuran VIVAnews, di masa kepemimpinan Jenderal Sutanto, Polri telah mengembalikan tujuh kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke Departemen Keuangan. Alasannya, Polri tidak menemukan unsur pidana dalam kasus ini. Apalagi, dokumen yang diterima polisi hanya berupa fotokopi.

Polri hanya membantu Departemen Keuangan (Depkeu) dalam pengembalian BLBI antara lain mengajukan cekal bagi obligor yang nakal, membantu memburu aset obligor di luar negeri dan membantu menagih BLBI.

BLBI yang ditangani Polri adalah Bank Metropolitan, Bank Bahari, Bank Putra Surya Perkasa, Bank Intan, Bank Namura, Bank Tata, Bank Aken dan Bank Sertivia.

Sebelumnya, tim pengawas mencecar Kejaksaan Agung mengenai keberadaan delapan obligor BLBI. Tim juga mendesak mendesak Kejaksaan untuk menelusuri dokumen-dokumen kasus BLBI yang hilang.

"Bagaimana bisa, semua angkat tangan? Ini duit negara," kata anggota Tim Pengawasan Penyelesaian kasus KLBI dan BLBI, Drajat Wibowo, di gedung DPR, Rabu 13 Mei 2009.





Anggota DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Setiabudi divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim dalam kasus penyelewengan APBD Kabupaten Kutai Kartanegara 2005.

Majelis hakim dalam putusan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (23/3), juga menjatuhkan denda sebesar Rp300 juta subsider enam bulan kurungan. setiabudi juga diharuskan mengganti uang sebesar Rp795 juta subsider satu tahun penjara.

Putusan itu sama dengan tuntutan tim penuntut umum yang disampaikan dalam sidang sebelumnya. "Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
korupsi secara bersama-sama," ungkap ketua majelis hakim, Moerdiono.

Menurut majelis hakim, Setiabudi terbukti dengan sengaja mengajukan permohonan untuk menggunakan keuangan daerah Kutai Kartanegara untuk berbagai kepentingan, termasuk kepentingan pribadi.

Dana itu digunakan antara lain untuk biaya pengamanan dan perjalanan dinas anggota DPRD Kutai Kartanegara, sehingga diduga merugikan negara sekira Rp29,5 miliar.

"Terdakwa mengetahui permohonan itu tidak terdapat dalam anggaran 2005," kata hakim Andi Bachtiar.

Berdasarkan fakta persidangan, majelis hakim berkeyakinan bahwa Setiabudi telah memperkaya diri sendiri sekira Rp11,8 miliar, dan memperkaya orang lain menggunakan dana APBD tersebut.

Hakim Teguh Harianto menjelaskan, pencairan dan penggunaan dana APBD Kutai Kartanegara itu dilakukan dengan cara melawan hukum. Teguh menyebutkan, pencairan dana itu tidak terlepas dari peran Wakil Bupati Kutai Kartanegara Syamsuri Aspar. Dalam kasus itu, Syamsuri sudah divonis empat tahun penjara.

Untuk menutupi kesalahan, menurut majelis hakim, Setiabudi telah membuat sejumlah proposal dan laporan pertanggungjawaban fiktif. Dokumen fiktif itu dibuat supaya seolah-olah dana APBD digunakan sesuai tujuan dan aturan yang berlaku.

Atas putusan tersebut, Setiabudi dan tim penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir. Mereka memiliki waktu tujuh hari sebelum menentukan sikap.


Rabu, 13/05/2009 17:26 WIB
Novia Chandra Dewi - detikNews












Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Antasari Azhar pernah menyatakan tidak akan kembali membuka kasus BLBI. Hal tersebut terungkap dalam rapat konsultasi penyelesaian kasus KLBI/BLBI antara DPR dengan Kejaksaan Agung.

"Pernah ada koordinasi di Mabes Polri antara KPK, Kejagung, dan Polri. Saat itu Pak Antasari sebagai ketua KPK bilang bahwa KPK tidak akan membuka kembali kasus BLBI," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Effendy dalam rapat konsultasi bersama DPR di Gedung DPR, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (13/5/2009).

Menurut Marwan, hal tersebut disampaikan Antasari setelah dilakukannya gelar perkara antara Kejagung dan KPK terkait kasus BLBI.

Antasari sendiri saat itu KPK beralasan demi memberikan kepastian hukum atas beberapa obligor. Namun, penghentian itu dikatakan tidak termasuk soal Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) terkait pengucuran dana ke bank-bank pemerintah.

Diterangkan Marwan, gelar perkara (ekspose) antara Kejagung dan KPK dilakukan karena saat itu KPK meminta rekapitulasi penanganan perkara BLBI. Saat itu Kejagung memberikan rekap berupa instrumen penanganan kasus BLBI yang substansi.

Kemudian dari ekspose tersebut ada dua kasus menonjol yang dikaji KPK waktu itu. Dua kasus tersebut adalah kasus BLBI terkait Bank Central Asia (BCA) dan Bank Dagang Negara (BDN).

"Keduanya terkait Syamsul Nursalim," aku Marwan.

Terhadap dua kasus itu, oleh KPK akan dikaji. Tapi sampai sekarang Kejagung mengaku belum dapat jawaban dari KPK mengenai penanganan apa yang akan dilakukan untuk kedua kasus itu.

"Kemudian ada empat substansi yang menjadi kajian waktu itu, yakni perkara yang dilimpahkan ke pengadilan, perkara yang telah memperoleh SKL (Surat Keterangan Lunas), perkara yang dihentikan dan yang diserahkan ke Menkeu," tambah Marwan.

Untuk perkara-perkara yang dilimpahkan ke pengadilan, KPK kemudian mengaku tidak akan mencampuri putusan pengadilan. Tapi KPK hanya melakukan supervisi atas eksekusi putusan pengadilan, terutama terkait dengan sita aset. Sedangkan untuk kasus yang diberikan SKL, KPK hanya meminta dokumen dan untuk kasus yang dihentikan, KPK mengatakan akan mengkajinya.

"Itu sah menurut hukum, itu memang masih kajian KPK untuk membuka kembali kasus tersebut. Tapi rasanya tidak ada instansi yang bisa membuka kembali kasus itu kecuali kalau ada bukti baru," ujar mantan Kajati Jawa Timur itu.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda