Blogger Template by Blogcrowds

psebuah peasan dari teman untuk para teman ...nyang laen...

MANUSIA MAKHLUK SEMPURNA

Siapakah manusia? Dari mana asalnya? Di mana kedudukan dan fungsi manusia? Lalu apa tujuan manusia? Beberapa pertanyaan itu tidak akan usang dipertanyakan sepanjang jaman apabila membahas topik manusia.

Dalam ilmu mantiq (logika) manusia disebut sebagai Al-Insanu hayawanun nathiq (manusia adalah binatang yang berfikir). Nathiq sama dengan berkata-kata dan mengeluarkan pendapatnya berdasarkan pikirannya. Sebagai binatang yang berpikir manusia berbeda dengan hewan. Walau pada dasarnya fungsi tubuh dan fisiologis manusia tidak berbeda dengan Hewan, namun hewan lebih mengandalkan fungsi-fungsi kebinatangannya, yaitu naluri, pola-pola tingkah laku yang khas, yang pada gilirannya fungsi kebinatangan juga ditentukan oleh struktur susunan syaraf bawaan. Semakin tinggi tingkat perkembangan binatang, semakin fleksibel pola-pola tindakannya dan semakin kurang lengkap penyesuaian struktural yang harus dilakukan pada saat lahirnya.

Pada primata yang lebih tinggi (bangsa monyet) bahkan dapat ditemukan intelegensi yaitu penggunaan pikiran guna mencapai tujuan yang diinginkan sehingga memungkinkan binatang untuk melampaui pola-pola kelakuan yang telah digariskan secara naluri. Namun setinggi-tingginya perkembangan binatang, elemen-elemen dasar eksistensinya yang tertentu masih tetap sama.

Manusia menyadari bahwa dirinya sangat berbeda dari binatang apa pun. Tetapi memahami siapa sebenarnya manusia itu bukan persoalan yang mudah. Ini terbukti dari pembahasan manusia tentang dirinya sendiri yang telah berlangsung demikian lama. Barangkali sejak manusia diberi kemampuan berpikir secara sistematik, pertanyaan tentang siapakah dirinya itu mulai timbul. Namun informasi secara tertulis tentang hal ini baru terlacak pada masa Para pemikir kuno Romawi yang konon dimulai dari Thales (abad 6 SM).

Beberapa ahli filsafat berbeda pemikiran dalam mendefinisikan manusia. Manusia adalah makhluk yang concerned (menaruh minat yang besar) terhadap hal-hal yang berhubungan dengannya, sehingga tidak ada henti-hentinya selalu bertanya dan berpikir. Sehingga oleh Beerling (Guru Besar Filsafat) menyebutkannya sebagai “tukang bertanya” atau Sartre (filosof eksistensi Perancis) menyebutkan bahwa manusia adalah sifatnya bertanya. Demikian juga Sokrates (470-399 SM) mengajak manusia untuk memperhatikan diri sendiri agar sadar akan dirinya dengan kata hikmahnya yang terkenal “Gnothi Seantho” yang artinya kenalilah dirimu.

Rene Descartes (1596-1650) mengatakan “Cogito Ergo Sum” (saya berfikir sebab itu saya ada). Di samping itu Aristoteles (384-322 SM), seorang filosof besar Yunani mengemukakan bahwa manusia adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal-pikirannya. Juga manusia adalah hewan yang berpolitik (zoonpoliticon, political animal), hewan yang membangun masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokkan yang impersonal dari pada kampung dan negara. Manusia berpolitik karena ia mempunyai bahasa yang memungkinkan ia berkomunikasi dengan yang lain. Dan didalam masyarakat manusia mengenal adanya keadilan dan tata tertib yang harus dipatuhi. Ini berbeda dengan binatang yang tidak pernah berusaha memikirkan suatu cita keadilan.

Filosof terkenal dan termasyhur Islam Ibnu Sina atau Avvicena –begitu orang barat mengenalnya– (980–1037), menyebutkan adanya tujuh kesanggupan manusia, yaitu: (l) makan, (2) tumbuh, (3) berkembang biak, (4) pengamatan hal-hal yang istimewa, (5) pergerakan dibawah kekuasaan, (6) ketahuan dari hal-hal yang urnum dan (7) kehendak memilih yang bebas. Tumbuh-tumbuhan memiliki kesanggupan 1, 2, dan 3. Hewan mempunyai kesanggupan 1, 2, 3, 4, dan 5. Sedangkan manusia mempunyai kesanggupan 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7. Yang dimaksud dengan ketahuan pada angka 6 ialah segala yang kita ketahui, berbeda dengan pengetahuan.

Sedangkan As-Syaikh Musthafa al-Maraghi ketika menafsirkan makna hidayah dalam surat al-Fatihah menerangkan bahwa ada lima macam dan tingkatan hidayah yang dianugerahkan Allah s.w.t. kepada manusia, yaitu: 1. Hidayahal-Ilham gharizahatau (insting). 2. Hidayah al-Hawasy, (indra). 3. Hidayah al- ‘Aql, (akal budi). 4. Hidayah al-Adyan, (agama). 5. Hidayah at-Taufik. Hidayah al- ‘Aql (ke 3) lebih tinggi tingkatannya dari hidayah terdahulu (insting dan indra yang dianugerahkan Tuhan kepada hewan). Dan pada hidayah aql pula yang membedakan antara manusia dan binatang. Di samping itu, di atas akal budi terdapat hidayah agama dan hidayah at-taufiq

7 Comments:

  1. lina@women's perspectives said...
    Topik yang 'berat' nih. Bener Sob, saya terkadang mempertanyakan apa arti hidup ini dan mengapa saya ada di dunia...Terima kasih pencerahannya...
    lina@happy family said...
    datang untuk menyapa, ngga bisa nulis di chat box...
    ica said...
    Saya juga ikutan bertanya tentang diri saya juga nih... hehehe

    (masih berpikir)...
    I2 said...
    Nice post sob...

    Maaf nih baru bisa berkunjung
    rumah blogger said...
    mudahan kita termasuk manusia yang memang didasari dengan hidayah Allah
    sabirinnet said...
    postingan sobat menjadi renungan saya pribadi untuk introfeksi diri dan mensyukuri semua nikmat yang diberikan Allah selama ini. terima kasih mas semoga menjadi menfaat dan berkah bagi yang membacanya, amin
    Danndaku said...
    Inilah sebuah tulisan yang menggugah saya untuk senantiasa berefleksi diri... Makasih sobat... Maaf..., lama bnagt g'kunjung.... by beck

Post a Comment



Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda