Blogger Template by Blogcrowds

Persepsi Korupsi yang menyebutkan bahwa posisi Indonesia berada di urutan kelima negara terkorup di dunia dari 146 yang diteliti. Dengan demikian, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia belum berjalan efektif meskipun berbagai perangkat hukum dan pengawas sudah dibangun.

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Emmy Hafild menyebutkan, nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia sebenarnya mengalami kenaikan dibandingkan dengan tiga tahun terakhir ini, yakni dari 1,9 menjadi 2,0. Peningkatan itu tidak signifikan karena hanya meningkat sekitar 0,1 poin.

"Nilai IPK itu telah menempatkan Indonesia pada posisi nomor lima terkorup dari 146 negara yang disurvei. Indonesia disejajarkan dengan Angola, Republik Demokratik Kongo, Pantai Gading, Georgia, Tajikistan, dan Turkmenistan," kata Emmy.

Peningkatan nilai IPK itu tak mampu mendongkrak rangking Indonesia menjadi lebih baik, bahkan malah terpuruk dari posisi keenam tahun 2003 menjadi rangking kelima tahun 2004. Hal itu karena pada saat yang sama, beberapa negara lain dinilai telah melakukan upaya-upaya yang konkret dalam memberantas korupsi di negara mereka.

"Kondisi itu membuat posisi Indonesia justru lebih buruk karena negara yang disurvei lebih banyak, yakni dari 133 negara menjadi 146 negara. Tahun ini beberapa negara, seperti Austria, Botswana, Ceko, Thailand, Perancis, El Salvador, Uganda, dan Uni Emirat Arab, dinilai telah melakukan sesuatu untuk memberantas korupsi di negara mereka. Jadi, nilai IPK dan rangking mereka meningkat," ujar Emmy.

Pada laporan yang sama disebutkan negara yang melakukan upaya terbaik dalam memberantas korupsi di negara mereka adalah Finlandia, kemudian disusul oleh Selandia Baru, Denmark, Islandia, dan Singapura. Di kawasan Asia hanya Myanmar yang dilaporkan memiliki nilai IPK yang lebih kecil dibandingkan Indonesia. "Pemerintah di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kami tantang untuk meningkatkan nilai IPK itu setidaknya hingga mencapai 3,5 saja, tidak perlu muluk-muluk. Hal itu diharapkan akan tercapai dalam lima tahun mendatang," katanya.

Penyelewengan uang

Ketua Badan Pengurus Transparency International Indonesia Todung Mulya Lubis mengungkapkan, penyelewengan uang negara yang terjadi di Indonesia antara 1999-2004 mencapai Rp 166,5 triliun. Pelanggaran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan yang terbesar, yakni Rp 144 triliun.

"Itu merupakan temuan Badan Pemeriksa Keuangan, yang juga menyebutkan bahwa lembaga negara yang paling tinggi tingkat penyelewengannya adalah Kejaksaan Agung, dengan persentase 51,8 persen. Untuk semester pertama 2004 saja ditemukan penyelewengan sebesar Rp 37,39 triliun dari total anggaran dan kekayaan yang diperiksa senilai Rp 1.312 triliun," kata Todung.

Alokasi dana

Di tempat yang sama, Dewan Penasihat Transparency International Indonesia Sofjan Wanandi menyebutkan, di Indonesia setiap perusahaan harus mengalokasikan dana sebesar 15 persen dari total biaya produk mereka untuk biaya pungutan liar. Nilai itu sangat tinggi karena setara dengan dana yang diperlukan oleh para pengusaha untuk menutupi biaya tenaga kerja.

"Saat ini setiap pengusaha harus mengalokasikan dana mereka 50 persen untuk bahan baku, 15 persen untuk tenaga kerja, 10 persen untuk biaya lain-lain, dan 15 persen lainnya untuk biaya yang tidak bisa dipertanggungjawabkan akibat pungutan yang begitu banyak," kata Sofjan Wanandi. (OIN)

YANG JADI PERTANYAAN MALUKAH PARA PEJABAT KITA YANG MELAKUKAN KORUPSI?

MARI BUDAYAKAN ANTI KORUPSI SEJAK DINI

HUMAS PEMUDA DPP GEPAK
"Gerakan Pemuda Anti Korupsi"

3 Comments:

  1. the international times said...
    heheh kayak gak tau indonesia saja...yg ketauan 0.1% yg tidak ketauan 99% :)
    Miawruu said...
    korupsi lagi korupsi lagi... cape deeeeee.... ga org besar, orang kecil, sama aja. Cuma jmlh yg dikorupsi aja beda. dah emndarah daging ma bangsa kita praktek korupsi kayak gini T_T
    Sohra Rusdi said...
    korupsi kapan yah bisa diberantas

Post a Comment



Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda